KONEKSI ANTAR MATERI
VISI GURU PENGGERAK
Pengajar Praktik : Irwan Kurniawan, M.Pd [PP27]
Calon Guru Penggerak : Fika Muji Fadhillah, M.Pd
PembaTIK kepanjangan dari Pembelajaran berbasis TIK merupakan program Peningkatan Kompetensi guru yang mengacu pada kerangka kerja peningkatan kompetensi TIK Guru UNESCO.
Ini adalah materi matematika yang akan dipelajari selama semester ganjil kelas VIII.
Program pembelajaran yang dirancang untuk membantu para Guru/Kepala Sekolah/Pengawas SD, SMP, SMA/SMK, Guru/Kepala Sekolah SDLB, SMPLB, SMALB, dan PKBM sederajat dalam memahami tujuan, konsep dan bentuk pelaksanaan Asesmen Nasional, serta dapat menganalisis contoh asesmen literasi membaca dan numerasi pada Asesmen Kompetensi Minimum.
Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang menerapkan merdeka belajar dan menggerakkan seluruh ekosistem pendidikan untuk mewujudkan pendidikan yang berpusat pada murid. Guru Penggerak menggerakkan komunitas belajar bagi guru di sekolah dan di wilayahnya serta mengembangkan program kepemimpinan murid untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.
Visi: Mengelola Perubahan yang Positif
Menurut Evans (2001), untuk memastikan bahwa perubahan terjadi secara mendasar dalam operasional sekolah, maka para pemimpin sekolah hendaknya mulai dengan memahami dan mendorong perubahan budaya sekolah. Budaya sekolah berarti merujuk pada kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan di sekolah. Kebiasaan ini dapat berupa sikap, perbuatan, dan segala bentuk kegiatan yang dilakukan warga sekolah. Walaupun sulit, reformasi budaya sekolah bukanlah hal yang tidak mungkin. Untuk melakukannya diperlukan orang-orang yang bersedia melawan arus naif tentang inovasi dan terbuka terhadap kenyataan yang bersifat manusiawi. Hal ini berarti butuh partisipasi dari semua warga sekolah.
Perubahan yang positif dan konstruktif di sekolah biasanya membutuhkan waktu dan bersifat bertahap. Oleh karena itu, sebagai pemimpin, Bapak/Ibu CGP hendaknya terus berlatih mengelola diri sendiri sambil terus berupaya menggerakkan orang lain yang berada di dalam pengaruh Anda untuk menjalani proses perubahan ini bersama-sama. Hal ini perlu dilakukan dengan niatan belajar yang tulus demi mewujudkan visi sekolah.
Untuk dapat mewujudkan visi sekolah dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis “finish”, maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat olahraga. Dalam pembelajaran kali ini, kita akan mengeksplorasi paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep IA ini pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Noble & McGrath, 2016). Kita akan memakai pendekatan IA sebagai ‘alat olahraga’ untuk kita berlari mencapai garis “finish” kita yaitu visi yang kita impikan.
Dalam sebuah video di Youtube, Cooperrider, yang adalah tokoh yang mengembangkan IA, menyatakan bahwa pendekatan IA dapat membantu membebaskan potensi inovatif dan kreativitas, serta menyatukan orang dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh proses manajemen perubahan yang biasa. Manajemen perubahan yang biasa dilakukan lebih menitikberatkan pada masalah apa yang terjadi dan apa yang salah dari proses tersebut untuk diperbaiki. Hal ini berbeda dengan IA yang berusaha fokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi.
IA menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Dengan demikian, dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan.
Menurut Cooperrider, saat ini kita hidup pada zaman yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkap hal yang benar dan baik. Mata yang mampu membukakan kemungkinan perbaikan dan memberikan penghargaan. Bila organisasi lebih banyak membangun sisi positif yang dimilikinya, maka kekuatan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut dipastikan akan meningkat dan kemudian organisasi akan berkembang secara berkelanjutan.
Dalam video di Youtube tersebut, Cooperider juga menceritakan bahwa pendapatnya ini sejalan dengan pendapat Peter Drucker, seorang Begawan dalam dunia kepemimpinan dan manajemen. Menurut Drucker, kepemimpinan dan manajemen adalah keabadian. Oleh sebab itu, seorang pemimpin bertugas menyelaraskan kekuatan yang dimiliki organisasi. Caranya adalah dengan mengupayakan agar kelemahan suatu sistem dalam organisasi menjadi tidak relevan, karena semua aspek dalam organisasi fokus pada penyelarasan kekuatan.
Di sekolah, pendekatan IA dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal baik apa yang telah ada di sekolah, mencari cara bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan, dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik. Nantinya, kelemahan, kekurangan, dan ketiadaan menjadi tidak relevan. Berpijak dari hal positif yang telah ada, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap warga sekolah.
Perubahan yang positif di sekolah tidak akan terjadi jika pertanyaan yang diajukan mengenai kondisi sekolah saat ini diawali dengan permasalahan yang terjadi atau mencari aktor sekolah yang melakukan kesalahan. Pertanyaan yang sering diajukan adalah, “Mengapa capaian hasil belajar siswa rendah?”, “Apa yang membuat rencana kegiatan sekolah tidak berjalan lancar?”, dan lain sebagainya. Motivasi untuk melakukan perubahan tentu akan berangsur menurun jika diskusi diarahkan pada permasalahan. Suasana psikologis yang terbangun tentu akan berbeda jika pertanyaan diawali dengan pertanyaan positif seperti ini :
Dalam modul 1.3 ini, kita mempelajari IA lebih dalam sebagai salah satu model manajemen perubahan di sekolah dan mencoba menerapkannya melalui tahapan dalam IA yang di dalam bahasa Indonesia disebut dengan BAGJA (Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, Atur Eksekusi). Silakan simak dan pelajari videonya terlebih dahulu melalui tautan berikut ini.
Inilah langkah-langkah yang perlu Anda ikuti dalam menerapkan perubahan sesuai dengan visi yang Anda telah impikan berdasarkan tahapan BAGJA. Tahap pertama, Buat Pertanyaan Utama. Di tahap ini, Anda merumuskan pertanyaan sebagai penentu arah penelusuran terkait perubahan apa yang diinginkan atau diimpikan. Tahap kedua, Ambil Pelajaran. Pada tahapan ini, Anda mengumpulkan berbagai pengalaman positif yang telah dicapai di sekolah dan pelajaran apa yang dapat diambil dari hal-hal positif tersebut. Tahap ketiga, Gali Mimpi. Pada tahapan ini, Anda dapat menyusun narasi tentang kondisi ideal apa yang diimpikan dan diharapkan terjadi di sekolah. Disinilah visi benar-benar dirumuskan dengan jelas. Tahap ketiga, Jabarkan Rencana. Di tahapan ini, Anda dapat merumuskan rencana tindakan tentang hal-hal penting apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkan visi. Tahapan terakhir, Atur Eksekusi. Di bagian ini, Anda memutuskan langkah-langkah yang akan diambil, siapa yang akan terlibat, bagaimana strateginya, dan aksi lainnya demi mewujudkan visi perlahan-lahan.
Fasilitator : Drs. Ahmad Sutardi, M.M.Pd [FAS10]
Pengajar Praktik : Irwan Kurniawan, M.Pd [PP27]
Calon Guru Penggerak : Fika Muji Fadhillah, M.Pd
Apa yang Anda pahami mengenai nilai dan peran Guru Penggerak?
Nilai dan peran
guru penggerak harus menjadi niai diri yang melekat pada diri pribadi yang
merdeka untuk dapat mewujudkan profil pelajar Pancasila. Profil pelajar
Pancasila ini sebagai pedoman tema besar kebijakan Pendidikan di Indonesia saat
ini.
Terdapat lima
nilai – nilai guru penggerak yaitu: Mandiri, Refleksi, Kolaboratif, Inovatif
dan Berpihak pada Murid
Sedangkan peran guru
penggerak yaitu:
Apakah ada keterkaitan
antara nilai dan peran Guru Penggerak dengan Filosofi Ki Hadjar Dewantara?
Seorang guru harus
bisa menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak – anak agar mereka
sebagai manusia maupun sebagai masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi – tingginya.
Filosofi tersebut
berkaitan dengan nilai guru penggerak yaitu berpihak pada murid, dimana
guru menuntun segala kodrat pada anak
dengan cara berpihk pada murid dan sekaligus kita dapat menjalankan peran
sebagai guru penggerak dengan mewujudkan kepemimpinan murid.
Apa strategi yang bisa Anda lakukan untuk mencapai nilai tersebut?
Strategi yang bisa Anda lakukan untuk mencapai nilai tersebut adalah:
Siapa saja pihak yang
dapat membantu Anda dalam mencapai gambaran diri Anda di demonstrasi
kontekstual tersebut?
Pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara dinilai masih relevan untuk diterapkan pada dunia pendidikan saat ini. Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa tujuan dari pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hadjar Dewantara juga mengemukakan bahwa dalam proses menuntun, anak perlu diberikan kebebasan dalam belajar serta berpikir, dituntun oleh para pendidik agar anak tidak kehilangan arah serta membahayakan dirinya. Semangat agar anak bisa bebas belajar, berpikir, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan berdasarkan kesusilaan manusia ini yang akhirnya menjadi tema besar kebijakan pendidikan Indonesia saat ini, Merdeka Belajar.
Semangat Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan ini juga memperkuat tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat ini yang kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut adalah Profil Pelajar Pancasila (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020).
Nilai itu sendiri, menurut Rokeach (dalam Hari, Abdul H. 2015), merupakan keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan standar pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Kehadiran nilai dalam diri seseorang dapat berfungsi sebagai standar bagi seseorang dalam mengambil posisi khusus dalam suatu masalah, sebagai bahan evaluasi dalam membuat keputusan, bahkan hingga berfungsi sebagai motivasi dalam mengarahkan tingkah laku individu dalam kehidupan sehari-hari. Melihat peranan nilai sangat penting dalam kehidupan tingkah laku sehari-hari, maka rasanya penting bagi seorang Guru Penggerak untuk bisa memahami dan menjiwai nilai-nilai dari seorang Guru Penggerak.
Kelima nilai dari Guru Penggerak adalah: Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, serta Berpihak pada Murid.
Nilai ini sendiri berkaitan erat dengan peran yang sudah kita pelajari di bagian sebelumnya. Nilai ini yang diharapkan terus tumbuh dan dilestarikan dalam diri seorang Guru Penggerak. Kelima ini saling mendukung satu dengan lainnya, dan tentunya diharapkan menjadi pedoman berperilaku untuk seorang Guru Penggerak.